Praktisi Hukum Nashril Haq Lubis SH: Kasus Dugaan Pemalsuan Tanda-tangan Harus Diusut Tuntas Sampai Keakar-akarnya
Praktisi Hukum, Mikrot Siregar, SH, MH dan Nashril Haq Lubis, SH. ( Tim ) |
MEDAN ||Medanbintang.online - Viralnya berita di media online dan televisi online tentang suara hati Afrida Ayu, istri DS, salah seorang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan, yang dilaporkan oleh Totok Budi Istiarso Wardoyo, terhadap PT. PBP/Maersk Line dengan nomor LP : B/1185/V/2021/DITRESKRIMUM.
Tim Media mencoba meminta tanggapan dan pandangan dari beberapa praktisi hukum, Nashril Haq Lubis, SH dan Mikrot Siregar, SH, MH di kantornya Komplek Perumahan Menteng Indah, Blok C6, Medan, pada Kamis (17/8/2023) sekira siang pukul 14:00 WIB.
Dalam hal ini Nashril Haq Lubis SH sebagai praktisi hukum memberikan tanggapan bahwa persoalan ini harus dilihat dari hukum sebab akibat, dimana sebab terjadinya kasus ini adalah dari kelalaian perusahaan yang tidak mengganti nama pengurus/kepala cabang yang telah resign/mengundurkan diri, sehingga mengakibatkan karyawannya harus melakukan tindakan yang disangkakan dugaan pemakaian tanda tangan.
Masih menurut Nashril Haq Lubis SH, dimana tentunya tindakan tersebut yang notabene diketahui oleh atasannya dalam hal ini HS sebagai pimpinan PT. PBP/Maersk Line, pihak yang bertanggung jawab mengganti nama Totok, disebut sebagai kelalaian dari perusahaan.
Selanjutnya, apa yang dilakukan oleh DS dan IN, sebagai karyawan adalah atas nama perusahaan, karena hasil dari surat yang dikeluarkan dari pemalsuan tanda tangan tersebut, bukan untuk dirinya pribadi akan tetapi jelas keuntungannya untuk perusahaan, dan ada arahan dapat juga dikategorikan sebagai perintah," lakukan sepert yang biasanya", terkecuali DS mengambil inisiatif tersebut untuk keuntungannya pribadi, baru disebut sebagai penggelapan oknum dari perusahaan tersebut.
" Jadi, wajarlah bila istri DS, meminta keadilan kepada APH, dalam hal ini kepada pihak Poldasu yang menangani kasus ini dan pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara", tutur Nashril Haq Lubis, SH.
Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan ini, harus diusut tuntas sampai keakar-akarnya, dengan melakukan penyidikan kembali guna menyeret pihak yang paling bertanggung jawab, bukan hanya DS yang bekerja sebagai karyawan dan bukan orang yang memiliki kapasitas menanda tangani serta mengambil keputusan dalam proses pembuatan surat tersebut, tandasnya.
Sementara itu, Mikrot Siregar, SH,MH, secara ektrem mengatakan turut berbelasungkawa atas matinya hukum di Sumatera Utara, karena apa yang diceritakan oleh Afrida Ayu, sebagai istri tersangka DS, patut disebut tidak berjalannya hukum.
Ditambahkannya, kenapa disebut demikian ? Karena istri DS berbicara kepada media yang meminta keadilan baginya kepada Presiden Joko Widodo, kenapa hanya suaminya yang sebagai karyawan menjadi tersangka dalam kasus ini, sementara pimpinan yang mengetahui persoalan ini, dan keuntungan yang timbul akibat perbuatannya adalah untuk perusahaan bukan dirinya pribadi, yang berarti hukum itu hanya tajam kebawah, tumpul keatas.
Selanjutnya, matinya hukum itu juga ditandai oleh keadilan yang harusnya didapatkan oleh istri DS, melalui lembaga yang sudah disiapkan oleh negara ini melalui Kepolisian dan Kejaksaan tidak dirasakan dan didapatkan, sehingga harus meminta keadilan kepada Presiden Joko Widodo.
" Maka itu, saya sebagai praktisi hukum menyatakan turut berbelasungkawa atas matinya hukum di Indonesia, khususnya Sumatera Utara," tegas Mikrot Siregar SH, MH.
(Tim)