Nelayan Tradisional Keluhkan Proyek Pengeboran Minyak Pertamina



HAMPARAN PERAK-SUMUT || Medanbintang.online - Nelayan pesisir Medan Utara yang mencari nafkah di jalur sungai dan muara Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang keluhkan adanya proyek pengeboran minyak Pertamina di Paluh Kurau.

Imbas dari pengeboran minyak Pertamina tersebut mengakibatkan hasil tangkapan para nelayan kecil menjadi berkurang dan keselamatan nelayan terancam tatkala kapal tongkang berukuran besar hilir mudik menuju dermaga pengeboran minyak yang sudah beroperasi beberapa bulan yang lalu.

Para nelayan ambai, jaring, pancing, bubu dan jala yang berasal dari 5 desa di Kecamatan Hamparanperak dan sejumlah nelayan yang berasal dari Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.

Tohir (56) nelayan dari Desa Sei Baharu Kecamatan Hamparan Perak mengaku sejak beroperasinya proyek pengeboran minyak 8 bulan yang silam itu, penghasilan nelayan kecil pencari kepiting menurun drastis.

“Selain hasil tangkapan minim, keselamatan jiwa para nelayan jadi terancam akibat hempasan gelombang air yang sangat kuat tatkala kapal nelayan yang kecil berpapasan dengan kapal tongkang besar,” sebut Tohir didampingi sejumlah nelayan lainnya kepada wartawan (30/9/2022) di depan dermaga proyek pengeboran minyak tersebut.

Dijelaskan Tohir, saat kapal tongkang hilir mudik di dermaga proyek pengeboran minyak, maka gelombang air, lumpur dan sampah-sampah dari dasar sungai dan muara akan terangkat sehingga masuk ke dalam alat tangkap. Praktis hasil tangkapan seperti ikan, udang dan kepiting tidak ada lagi.

“Yang masuk dalam alat tangkap hanyalah sampah-sampah dan lumpur. Selain itu, alat tangkap jadi rusak,” terang Tohir yang mengaku sudah 35 tahun mencari nafkah di jalur perbatasan sungai dan muara itu.

Tambah Tohir, akibat dampak proyek pengeboran minyak milik Pertamina itu, penghasilan para nelayan menurun drastis sehingga mereka menuntut dana kompensasi dari Pertamina.

Pihak Pertamina berjanji jika pengeboran minyak berhasil maka para nelayan akan diberikan sesuatu dari hasil minyak itu” ujar Tohir.

Namun, tambah Tohir, saat proyek mulai beroperasi, nelayan kecil malah dirugikan dan nelayan semakin sengsara sehingga mereka meminta dana kompensasi dari Pertamina.

Dana kompensasi harus diberikan kepada para nelayan kecil yang berasal dari Kecamatan Hamparanperak dan Kecamatan Medan Marelan, Kecamatan Medan Belawan Kota Medan yang setiap hari mencari nafkah di perairan perbatasan Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang itu.

Sementara itu, pemerhati nelayan pesisir Rahman Gafiqi SH, Pertamina atau PT Eka Paksi Sejati selaku pelaksana proyek pengeboran minyak itu harus memperhatikan nasib para nelayan kecil yang menerima dampak dari operasional proyek pengeboran minyak.

Akibat proyek pengeboran minyak, penghasilan nelayan kecil jadi minim bahkan terkadang nelayan gagal mencari nafkah saat kapal tongkang melintasi jalur pelayaran nelayan kecil. Pertamina wajib memberikan kompensasi kepada para nelayan terdampak proyek,” tegas Rahman.

Dijelaskan Rahman, pemberian dana kompensasi harus diberikan kepada nelayan kecil yang sebenarnya dan nelayan yang benar-benar terdampak proyek pengeboran minyak.

Jangan menunggu gelombang massa nelayan melakukan aksi demo di proyek pengeboran minyak barulah Pertamina atau pihak kontraktor mau memberikan dana kompensasi,” imbau Rahman seraya memberi contoh saat mereka melakukan aksi unjuk rasa di proyek PLTD Paluh Kurau, di mana saat menerima kompensasi ada juga yang tidak tepat sasaran yang dapat dana kompensasi dari pihak PLTD Paluh Kurau.(Nik)

Breaking News

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel akhir

Iklan Bawah Artikel